Langsung ke konten utama

Pendidikan Sebagai Penguat Eksistensi dan Inteligensi Perempuan



Bismillahirrahmanirrahim

Apa Kabar Kawan – Kawan Millenial, semoga selalu sehat dan dalam lindungannya.

Setiap individu yang lahir di bumi pertiwi dalam kondisi apapun berhak mendapatkan perlakuan yang sama di masyarakat dan tak ada pengecualian. Hal tersebut telah tertuang didalam dasar negara Pancasila dan Undang – Undang Dasar. Dalam hal ini, tidak ada tindakan diskriminasi, pelencengan hak asasi manusia serta pertidaksamaan derajat. Setiap suku, agama, dan gender berhak mendapatkan perlakuan yang sama dalam segala bidang termasuk kesehatan, pekerjaan terutama pendidikan.

Pendidikan Untuk Siapa?

 
Pendidikan merupakan salah satu aktivitas yang menggambarkan majunya suatu negara. Banyak yang berbondong – bondong mengejar pendidikan hingga ke jenjang tertinggi hanya untuk mendapatkan pengakuan publik atau memperoleh pekerjaan yang layak.

Namun apakah memang sirkulasi pendidikan hanya sebatas belajar dan mendapatkan pekerjaan? Ini sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan yang tertera didalam UUD 1945 dimana dikatakan “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan perdamaian dunia”. Penggalan kalimat tersebut memiliki makna bahwa dibentuknya sistem pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam menghadapi situasi global yang terus mengalami perubahan.

Selanjutnya, siapa yang mengeyam pendidikan ini? tentu saja jawabannya setiap warga negara Indonesia. Apapun jenis kelamin, budaya, agama serta usia berhak untuk memperoleh ilmu baik secara formal maupun informal.

Yang menjadi akar permasalahan saat ini ialah pandangan masyarakat akan fungsi edukasi. Perspektif mereka jelas mengarah kepada pria yang memiliki peran sebagai pencari nafkah. Oleh karena itu saya sering mendengar orang – orang mulai menganggap remeh pendidikan untuk perempuan. Yang paling fatal mereka sampai meyangkut pautkan pendidikan dan kondisi fisik perempuan.

 
“Ngapain sekolah tinggi – tinggi, nanti juga setelah nikah bakalan ngurus anak dan suami”
“Percuma sekolah tinggi, cewek yang penting bisa masak dan mencuci”
 “Itu pekerjaannya laki  - laki, mana bisa perempuan melakukan itu”

 
Jika kalian juga menjadi sasaran kalimat – kalimat seperti diatas, maka posisi kita sama. pernyataan diatas seolah – olah meremehkan kapasitas dan kemampuan perempuan. Padahal di era berkembangnya teknologi, peran perempuan cukup signifikan dalam mengurus keluarga dan pekerjaannya.

Namun selalu saja perspektif masyarakat menjadi akar permasalahan publik. Kita jadi tertahan dengan ocehan masyarakat yang menganggap pendidikan bagi perempuan tidak bisa mengimbangi posisi pria dimasyarakat sebagai superior.

Pendidikan Adalah Kunci Eksistensi dan Inteligensi Seorang Perempuan

 
 
Kita sudah tidak asing lagi dengan R.A Kartini, Dewi Sartika, Cut Nya Dien dan pahlawan – pahlawan wanita lainnya. Begitu pula dengan para wanita – wanita cerdas pengagas kesetaraan gender yaitu Najwa Shihab, Dian Sastro, Megawati dan masih banyak lagi. Salut sudah pasti sebab mereka telah dikenal dalam memperjuangkan hak – hak wanita untuk mendapatkan perlakuan yang sama di masyarakat.

Namun saya tidak ingin jauh membahas mereka sebab eksistensi dan inteligensi seorang perempuan yang berpendidikan tidak harus terkenal seantero Indonesia.

Masih teringat dalam benak saya ketika masih menjadi mahasiswi. Kembali menilik pengalaman paling berharga saat melaksanakan KKN di salah satu desa dipedalaman Sulawesi Selatan. Tugas kami saat itu terbilang mudah kedengarannya tetapi sukar untuk dilaksanakan. Hari itu saya masih ingat dengan jelas saat meminta kesediaan mereka diajari membaca, menulis dan berhitung. Ada yang tidak ingin menemui kami, ada yang marah – marah, ada yang menolak karena malu dengan kami yang notabene lebih muda usianya dibandingkan mereka. Padahal niat kami baik, membantu mereka menyesuaikan diri dengan kondisi sosial yang semakin digital.

Potret saat Ibu Eni mengajar {Sumber : Dok. Pribadi)
 
Dibalik penolakan – penolakan tersebut, Ada satu sosok wanita yang menjadi pusat perhatian disana. Wanita berusia 37 tahun ini merupakan satu – satunya wanita yang memiliki gelar sarjana didesa tersebut. Namanya Ibu Eni, ia mempunyai 4 anak dan suami yang bekerja sebagai nelayan. Selama berada di desa, saya banyak belajar dari beliau. Ia berhasil membuka mata, hati dan fikiran saya tentang bagaimana edukasi penting bagi seorang perempuan.

 
1. Dapat Membentuk Jati diri


Menempuh pendidikan tidak hanya memberikan wawasan yang luas namun dapat membentuk jati diri bagi setiap individu. Ibu Eni menegaskan bahwa sebagai perempuan, belajar dapat mengasah hati, jiwa dan pola pikir dalam bertindak dan mengambil keputusan yang baik dan bijaksana. Ia tidak menganggap pendidikan yang ia miliki sebagai eksistensi diri saja, namun menjadi bukti nyata bahwa perempuan yang berpendidikan mampu menciptakan pandangan dan pola pikir yang bersinergi dengan perkembangan dunia saat ini.

 
2. Menjadi Sekolah Awal Untuk Buah Hati 

Pertumbuhan anak sangat dipengaruhi oleh cara didikan dari orang tuanya. Ketika orang tua membentuk karakter dan pola pikir yang baik untuk anaknya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang cerdas. Layaknya apa yang ditanam, maka itulah yang dituai. Orang tua terutama Ibu yang berpendidikan tahu bagaimana cara membentuk karakter anak agar bisa bermanfaat untuk keluarga dan masyarakat dan mampu menghadapi perkembangan global. Ibu Enipun telah membuktikan hal tersebut dengan berhasil membentuk anak- anak yang cerdas serta peka terhadap kondisi keluarga dan sekitarnya. Ia memiliki 3 anak perempuan dan 1 anak laki – laki. Ibu Eni tidak membeda – bedakan mereka justru membuat mereka saling membantu dalam urusan belajar.

 
3. Bisa Menjalankan Peran Multitasking dengan Baik

Peran Ibu sangatlah penting sebab ia yang mengurusi segala kebutuhan finansial keluarganya. Entah ia memilih bekerja atau mengelola penghasilan dari suaminya. Wanita yang berpendidikan memiliki nila plus dalam hal ini. Ia paham perihal ekonomi dan cara mengatur keuangan dengan baik.  Ia juga mampu membaca situasi ekonomi di masyarakat dengan baik sehingga ia bisa membuat keputusan untuk kesejahteraan keluarganya. Ia tahu bagaimana membelanjakan uang untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya.

Tak hanya itu, pendidikan yang tinggi memudahkan perempuan dalam mencari pekerjaan. Semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin besar peluang yang terbuka. Mereka bisa melakukan pekerjaan apa saja. Ibaratnya menyelam sambil minum air, perempuan dapat bekerja secara multitasking.
 
Walaupun telah memiliki anak, perempuan cerdas mampu menjalankan perannya dengan baik sebagai seorang ibu dan wanita karir. Ibu bisa memasak, mencuci, mengurus anak, berbisnis, mengajar dll. Dan semua itu bisa ia lakukan dengan pendidikan tinggi dan kemampuan analisanya akan kondisi dunia saat ini. Hal ini juga yang dilakukan oleh Ibu Eni. Ia sadar akan kondisi ekonomi keluarganya sehingga ia memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk bekerja sebagai guru honorer, aparatur desa dan juga sebagai istri dan ibu bagi anak – anaknya. Karena sering bersama, saya bisa tahu aktivitasnya sehari – hari. Setiap hari kerja, Ia mengajar, mengerjakan tugasnya di kantor desa dan mengajarkan baca, tulis dan hitung kepada masyarakat. Setiap hari sabtu dan minggu, ia menjemput anaknya yang berkuliah di kota dan menghabiskan waktu liburan dengan berkumpul dan makan bersama keluarganya.  

 
4. Membantu Memberdayakan Masyarakat 

Bermanfaat untuk masyarakat memang telah mendarah daging didalam diri Ibu Eni. Ia tidak ingin menjadi wanita yang hanya sibuk bekerja dan mengurus keluarganya dan menjadi buta akan kondisi masyarakat disekitarnya. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Sulsel, sebaran angka penduduk tuna aksara di Sulsel berada pada rentan usia 15-59 tahun, dengan cakupan antara 0,51 - 27 persen. Hal ini menandakan bahwa Sulsel masih garis merah sebagai penduduk tuna aksara terbanyak. Dengan alasan itulah Ia menjadi salah satu penggerak aksi menghilangkan buta aksara didesa tersebut. Mayoritas yang diajarnya adalah wanita. Mengapa ia lebih fokus kepada wanita?

 
Ibu Eni menyadari bahwa ibu – ibu di desa tersebut perlu mendapatkan setidaknya pendidikan dasar untuk membantu menghadapi situasi globa yang terus mengalami perkembangan. Banyak dari mereka yang malu saat harus bertransaksi di bank karena tak bisa membaca dan membuat tanda tangan, mereka juga tidak tahu apakah makanan yang mereka beli telah kadaluwarsa atau belum, mereka juga rentan ditipu akibat tak bisa membaca dan melihat angka. Warga disana hanya mengandalkan pendengaran dan ingatan saja. Ia berinisiatif  membantu setidaknya sampai mereka bisa mengenali huruf dan angka.

Dengan belajar dari Ibu Eni, Kita bisa menyimpulkan bahwa pendidikan sangatlah penting dalam kehidupan. Peran perempuan jauh lebih banyak dibandingkan dengan laki – laki. Apabila disinergikan dengan pendidikan yang layak maka perempuan juga bisa menjadi revolusioner bagi Indonesia. Masyarakat seharusnya tidak termakan oleh perspektif orang - orang bahwa perempuan sejatinya memang hanya didapur saja. Pendidikan bukan soal pekerjaan melulu tetapi bagaimana kreativitas dan pengetahuan kita dikembangkan untuk menghadapi situasi apapun yang terjadi seiring perkembangan zaman.

 
Bagaimana Inovasi Pendidikan yang Ideal?

Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah pendidikan hanya berkaitan dengan sebuah gedung, guru dan siswa saja? Jawabannya tidak.

Pendidikan dapat ditempuh baik secara formal mapun informal. Seorang Wiji Thukul saja yang dikenal mampu mengkritik pemerintah dengan kata – kata di setiap sajak puisi hanya menghabiskan waktu belajar dengan membaca buku setiap hari. Yang terpenting adalah bagaimana kita belajar untuk menggali potensi diri bukannya untuk unjuk diri.

Begitu pula pendidikan yang diharapkan perkembangannya di Indonesia. Pendidikan perlu mencari permasalahan yang sering dihadapi siswa kemudian memberikan solusi untuk pemecahan masalah tersebut.

 
Era digital saat ini tidak akan memandang jenis kelamin namun seberapa kreatif dan inovatifnya kita dalam melihat perubahan pada lingkungan. Sebagai Penutup, ada satu kalimat yang paling membekas sebelum saya meninggalkan desa tempat saya KKN tersebut. Ibu Eni menuturkan bahwa “Jangan takut dianggap lemah, apapun rintangan yang dihadapi, Perempuan berhak memperoleh kecerdasan dan bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat ”

Terima Kasih telah membaca blog ini. Semoga kita bisa menjadi bangsa yang cerdas dan berkelakuan baik apapun gender kita sebab hidup bukan soal pembuktian diri namun yang paling bermanfaat untuk lingkungan dan masyarakatnya.

Komentar

  1. Izin promo ya Admin^^

    Bosan gak tau mau ngapain, ayo buruan gabung dengan kami
    minimal deposit dan withdraw nya hanya 15 ribu rupiah ya :D
    Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa
    - Telkomsel
    - XL axiata
    - OVO
    - DANA
    segera DAFTAR di WWW.AJOKARTU.COMPANY ....:)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Angkutan Umum Palu - Bencana Menenggelamkanku

Kota palu, tempat perantuan yang telah kujelajahi kurang lebih 2 tahun lamanya. Kota ini sangatlah unik, bukan hanya bagiku namun bagi orang - orang yang telah dan baru menginjakkan kakinya disini. kota ini menduduki peringkat pertama sebagai kota terpanas di indonesia. Ibukota provinsi Sulawesi Tengah yang juga dijuluki sebagai kota 5 dimensi dimana lautan, pegunungan, sungai, lembah dan teluk berada dalam satu kawasan. Namun, ada yang tak biasa yang aku lihat sepanjang menyusuri jalan. Biasanya pada pagi dan sore hari, jalan akan dipenuhi oleh orang - orang yang tengah menunggu didepan halte. Mereka menunggu angkutan umum, naik dan turun silih berganti untuk menuju ke tempat tujuan. Tapi pemandangan tersebut sangat minim disini.  Transportasi umum dikota ini seakan hilang ditelan bumi. Yang terlihat hanyalah mobil dan motor berlalu lalang setiap harinya. Kemana perginya mereka? Apa yang sebenarnya terjadi? Sejak terjadinya bencana gempa, tsunami dan likuifaksi pada tahun 2018 silam,

Mau Jadi Pribadi Hebat? Inilah Tips Meniti Karir Yang Sukses Di Masa Depan

sumber gambar (loker.id) Setiap Manusia yang dilahirkan ke bumi ini pasti memiliki keinginan untuk sukses. Kesuksesan yang tidak hanya berupa materi saja namun juga dapat berupa non materi. Adapun untuk menjadi pribadi yang berhasil tidaklah segampang mengucapkannya. seperti kata pepatah bahwa sukses itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Maksud dari pepatah tersebut ialah bahwa untuk menjadi orang yang hebat dan berhasil perlu adanya usaha yang keras untuk bisa mewujudkannya.    Thomas Alfa edison harus mengulang percobaannya hingga 9.998 kali sampai akhirnya sukses menciptakan lampu pijar yang menyala dengan sangat terang di percobaan ke-9.999. Bayangkan saja berapa lama waktu yang ia habiskan untuk melakukan penelitian tersebut namun Edison tidak pernah menyerah dan terus berusaha dan yakin bahwa ia akan berhasil melakukan percobaannya dan berhasil. Beda halnya dengan zaman seperti sekarang dimana bisa kita lihat bagaimana semua orang ingin menjadi sukses dengan

Memperoleh Kebaikan Tak Terhingga Dengan Berbagi

  Berbagi kepada sesama merupakan salah satu cara mendulang pahala dari Sang Pencipta. Berbagi adalah ketika kita mampu menebar kebaikan dan manfaat kepada siapa saja yang membutuhkannya. Tidak peduli apakah kita tinggal di rumah mewah dengan deretan kendaraan mahal atau hanya sekedar meneduh di rumah sederhana yang saling berhimpitan satu dengan lainnya. Yang terpenting, seberapa ikhlas kita dalam menyisihkan waktu, tenaga dan rezeki yang ada untuk mereka. Ini kisahku, seorang gadis biasa yang telah berhasil menyelesaikan studi di kota dan kembali ke kampung halaman. Niat awal ingin mencari pekerjaan tetap di kota namun karena pandemi covid-19 mengharuskanku menepi sejenak karena lapangan pekerjaan yang semakin minim akibat banyaknya perusahaan atau usaha yang bangkrut. Alhasil, berbekal ilmu yang tidak seberapa ini, aku memutuskan untuk membuka les privat ke beberapa rumah yang ada di sekitar tempat tinggalku. Penghasilannya tak seberapa bahkan bisa dibilang kurang. Namun aku s